Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung.
Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan,
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan
sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal,
yakni calung rantay dan calung jinjing.
Calung rantay
Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit
waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, jumlahnya 7
wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu
deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan calung
anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua
tangan sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon
atau bilik rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga yang dibuat
ancak "dudukan" khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di
Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan
Kanekes/Baduy.
Calung Jinjing
Adapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang
disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir). Calung jinjing terdiri
atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12
tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung
jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung
bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang
hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan
calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong Cara
memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan
kiri menjinjing/memegang alat musik tersebut. Sedangkan teknik
menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung,
diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.
Perkembangan
Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu
calung jinjing. Calung jinjing adalah jenis alat musik yang sudah lama
dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah
Sindang Heula - Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi merupakan
pengembangan dari bentuk calung rantay. Namun di Jawa Barat, bentuk
kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa Universitas
Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan
Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini
melalui kreativitasnya pada tahun 1961. Menurut salah seorang
perintisnya, Ekik Barkah, bahwa pengkemasan calung jinjing dengan
pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan reog yang
memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu dipadukan. Kemudian pada tahun
1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih dikembangkan lagi oleh
kawan-kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya
dkk), dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi
oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan
dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat, Eppi K., Enip
Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung
(Abdurohman dkk). Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat
Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan
lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung
antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan
Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada
penambahan beberapa alat musik dalam calung, misalnya kosrek, kacapi,
piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar.
Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis
calung terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso.
Sumber : Wikipedia bahasa Indonesia,
Ditulis Oleh : Unknown ~ Sebagai Admin Blog RT6 Cibungur
Sobat sedang membaca artikel tentang Calung. Terima kasih telah berkunjung di Blog RT 6 Cibungur, Saran dan Kritik yang Membangun untuk Perbaikan Content dan Tampilan Blog ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar